BANGKALAN, harianmadura.com – Dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang oknum lora di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Galis, Bangkalan mencuat ke publik.
Bahkan keluarga korban telah memutuskan melapor ke Polda Jawa Timur setelah mempertimbangkan kondisi psikologis yang disebut masih mengalami trauma mendalam.
Pendamping korban, Dr. Mutmainnah menjelaskan bahwa keluarga awalnya hanya ingin bersilaturahmi. Namun setelah bertemu dan mendengar langsung kondisi korban, keluarga mantap membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
“Keluarga korban sudah memiliki keputusan untuk melaporkan. Mereka bahkan sudah menunjuk kuasa hukum. Saya mendampingi korban karena kondisinya masih trauma,” ujarnya, Selasa (02/12/2025).
Menurut Mutmainnah, trauma yang dialami korban masih terlihat jelas meski kejadian diduga telah berlangsung lama.
“Trauma itu masih ada sampai sekarang karena dulu tidak tertangani dengan baik. Saya tidak bisa mengungkap bentuk kejadian secara detail demi menjaga kerahasiaan korban,” terangnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa setelah isu ini mencuat, sejumlah warga mengirimkan bukti dan informasi kepadanya. Indikasinya, korban bukan hanya satu orang.
Namun, ia menegaskan masih belum bisa mengonfirmasi identitas korban lain. Ia juga mengajak para pihak yang merasa pernah menjadi korban untuk berani bersuara.
“Ini tentang memutus rantai perilaku yang tidak sesuai norma agama maupun sosial. Saya berharap adik-adik yang menjadi korban tidak ragu speak up,” katanya.
Sementara itu, Pondok Pesantren Nurul Karomah, Paterongan, Galis, Bangkalan, tempat oknum lora tersebut sebelumnya berada, mengeluarkan klarifikasi tertulis.
Isi klarifikasi tersebut antara lain:
1. Pesantren menyampaikan keprihatinan dan penyesalan mendalam atas peristiwa yang ramai dibicarakan publik.
2. Yang bersangkutan tidak lagi berada di lingkungan pesantren, dan seluruh aksesnya telah ditutup.
3. Tidak ada upaya melindungi pelaku, dan pihak pesantren mendukung penuh proses hukum di Polda Jawa Timur.
4. Pesantren siap kooperatif dan membuka akses informasi yang dibutuhkan aparat penegak hukum.
5. Fokus pesantren saat ini adalah perlindungan korban, pendampingan, serta pembenahan sistem internal agar kejadian serupa tidak terulang.
Dalam keterangan tertulis tersebut pihak pesantren juga menegaskan bahwa dugaan tindakan tersebut merupakan perbuatan individu dan tidak mencerminkan nilai atau ajaran lembaga.
“Pesantren mengimbau masyarakat agar memberi ruang kepada aparat penegak hukum untuk menangani perkara ini secara objektif serta tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi,” tulis Pondok Pesantren Nurul Karomah sebagai penutup keterangan tertulisnya. (San)











