PAMEKASAN, harianmadura.com – Kasus pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) bodong di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura terungkap. Dua pelaku yang terlibat adalah seorang alumni dan seorang mahasiswa aktif. Kejadian ini menyebabkan 23 mahasiswa menjadi korban.
Salah satu korban Mohammed Vecky mahasiswa Hukum Tata Negara (HTN) Angkatan 2020, mengatakan dia telah membayar UKT namun namanya tercatat sebagai penerima beasiswa prestasi yang seharusnya tidak dipungut biaya.
“Korbannya ada sebanyak 23 mahasiswa, termasuk saya yang terlanjur bayar namun setelah di cek ternyata tercatat sebagai penerima prestasi yang tak dipungut biaya sepeserpun, padahal saya tergolong mahasiswa dengan UKT Rp2.100.000 (dua juta seratus ribu rupiah),”katanya Sabtu (07/12/2024).
Vecky menduga ada oknum pejabat IAIN Madura yang terlibat, lantaran menurutnya tidak semua korban dapat mengakses Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Simpadu) dan bisa kuliah normal menjadi mahasiswa aktif kalau tidak ada keterlibatan pihak IAIN Madura.
“Untuk masuk Simpadu itu pastinya sudah melakukan transaksi, jadi mustahil pihak kampus IAIN Madura tak terlibat, kami menduga ada oknum pejabat IAIN Madura yang bermain dengan alumni tersebut,” katanya
“Kalau uang yang dirampok dari UKT mahasiswa tersebut ditaksir mencapai Rp40 juta lebih, dari mulai UKT Rp1,400.000, Rp2.100.000, sampai 2,300.000,” imbunya.
Menanggapi kejadian itu Wakil Rektor (Warek) II Buna’i menjelaskan ada 23 korban. Pelakunya dua orang dengan inisial B mahasiswa semester 7 dan inisial M alumni tahun 2014. Akunya mahasiswa bayar kepada pelaku pasalnya ada uang pengembalian dari Rp 100,000 hingga Rp 200,000.
“Begini mas. Mahasiswa sebanyak 23 orang ini membayar uang UKT nya kepada dua orang yaitu saudara Birril mahasiswa semester tujuh dan saudara Mikdad alumni tahun 2014. Mahasiswa ini bayar kepada Birril dan Mikdad ini karena dapat uang pengembalian ada yang 100.000 dan ada yang 200.000. Ternyata uang tersebut oleh Birril dan Mikdad tidak dibayarkan ke Bank. Sehingga 23 orang mahasiswa tersebut tidak menerima tanda bukti bayar dan di catatan di bank tetap tidak bayar,” jelasnya.
Lebih lanjut Buna’i mengatakan hal itu terbukti setelah dilakukan rekonsiliasi atau pengecekan oleh bendahara terdapat 23 mahasiswa yang belum bayar, kemudian bendahara menghubungi mahasiswa 23 itu agara segera membayar.
“Bendara penerima melapor ke saya maka kemudian saya melapor ke pak rektor. Dan diputuskan agar 23 orang mahasiswa disuruh bayar. Dan ternyata yang bayar hanya 17 orang dan yang 6 orang tidak bayar. Maka kemudian yang enam orang ini dicutikan oleh pak rektor,” tandasnya.