PAMEKASAN, harianmadura.com – Aktivitas eksplorasi cadangan minyak dan gas bumi (Migas) di wilayah perairan utara Pamekasan kembali menuai polemik. Kali ini, para nelayan di sekitar perairan Ketapang–Pasean, Kecamatan Batumarmar, mengeluhkan kerusakan parah pada jaring tangkap mereka akibat lalu-lalang kapal survei migas.
Menanggapi laporan kerugian tersebut, Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman Wafi angkat bicara dengan nada tegas. Ia menekankan bahwa perusahaan migas yang beroperasi di wilayah perairan Pamekasan harus bertanggung jawab penuh.
“Wajib hukumnya memberikan ganti rugi! Jangan biarkan nelayan kita menderita karena ulah eksplorasi yang tidak memperhatikan dampak sosial,” tegas Bupati.
Pihaknya juga meminta instansi terkait segera turun tangan untuk memfasilitasi proses mediasi antara nelayan dan perusahaan migas agar keadilan benar-benar ditegakkan. Menurutnya, perlindungan terhadap nelayan adalah prioritas yang tak bisa ditawar.
“Yang jelas, saya sudah menyampaikan beberapa minggu yang lalu, ketika nelayan dirugikan, maka wajib perusahaan yang menimbulkan kerusakan mengganti. Wajib itu hukumnya,” tegas Kholil.
Meski belum turun langsung ke lokasi, Kholil memastikan bahwa laporan dari masyarakat telah ditindaklanjuti oleh Dinas Perikanan.
“Ya saya masih akan ke situ, saya masih belum mempelajari persis, ya kena apa. Karena banyak sekali kegiatan. Tapi dari dinas terkait itu sudah mendatangi. Silakan nanti ke Pak Fata, sudah mendatangi, jadi silakan ke Pak Fata,” jelasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Matsaratul Huda Panempan itu juga menambahkan, perusahaan harus bertanggung jawab sepenuhnya apabila terbukti terjadi kerugian yang dialami nelayan.
“Jadi kalau tidak, maka kami akan melakukan komplain. Kami akan melakukan teguran langsung pada perusahaan yang menyebabkan kerugian para nelayan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Pamekasan, Abdul Fata, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemetaan (mapping) atas dampak kegiatan migas terhadap nelayan Tamberu, sesuai arahan Bupati.
“Sebagaimana petunjuk Pak Bupati, kami sudah melakukan mapping dan juga telah bertemu langsung dengan para nelayan. Selanjutnya, kami akan melakukan kajian-kajian lanjutan,” ujarnya.
Fata menegaskan bahwa pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam menyelesaikan persoalan ini, bukan sebagai pengambil keputusan.
“Pemerintah tidak bertindak sebagai penentu, melainkan sebagai jembatan penghubung. Oleh karena itu, kami doakan jembatan penghubung benar-benar kuat, takut roboh karena tuntutannya agak tinggi, 2,4 miliar oleh 12 nelayan itu,” tambahnya.
Fata memastikan, kajian lanjutan akan terus dilakukan demi mewujudkan penyelesaian yang adil dan proporsional bagi semua pihak. (aly)